Pernahkah kamu merasakan kesedihan yang mendalam ketika mendengar kematian seseorang yang tidak dekat denganmu? Atau mungkin merasa sangat sedih ketika mendengar berita bencana alam yang menimpa orang-orang yang tidak kamu kenal sama sekali? Biasanya orang-orang yang merasakan hal ini dianggap sebagai orang yang lemah, cengeng, atau bahkan cari perhatian. Padahal orang-orang seperti ini adalah orang yang sangat sensitif, orang-orang dengan karakteristik yang sangat mencintai kehidupan dan penuh dengan kasih sayang.
Bagi kamu atau siapapun yang sedang merasa down, sedih, patah hati karena bencana alam yang belakangan ini terjadi, bertahanlah! Bukanlah hal yang salah untuk mengekspresikan perasaanmu yang sesungguhnya. Bahkan sebenarnya, kamu memiliki keinginan, mimpi dan cita-cita yang sangat baik, penuh perhatian, dan peduli dengan sesama. Jadi, biarkanlah emosinya mengalir.
Namun, sulit rasanya untuk mengekspresikan emosi tersebut, apalagi ketika kamu harus menyelesaikan berbagai tugas sehari-hari dan berhubungan dengan banyak orang di sekitarmu; bagaimana mungkin untuk membiarkan emosi tersebut mengalir begitu saja?
“And those who were seen dancing were thought insane by those who could not hear the music.”
― Nietzsche
Apa yang dirasakan adalah benar adanya, bahkan memiliki terminologi saintifik sendiri: Sensory Processing Sensitivity. Dr. Elaine Aron, seorang psikoterapis dan peneliti memperkirakan bahwa 15-20% dari populasi memiliki sistem syaraf yang memproses rangsangan secara intens sehingga mereka berpikir lebih mendalam, merasakan (secara fisik dan emosional) dengan mendalam juga. Tak heran jika mereka sangat mudah terpicu.
Tidak ada yang salah dari hal tersebut, karena setiap manusia sangatlah unik. Namun hal ini menjadi tantangan tersendiri jika kita tidak menyadari dan mengerti bagaimana cara untuk menangani ke-sensitif-an kita. Bisa jadi kita malah menekan diri kita sendiri untuk tidak menunjukkannya di depan orang lain dan hal ini tentu tidak baik untuk kesehatan; baik kesehatan jiwa maupun untuk kesehatan tubuh.
Jika kamu merasakan ciri-ciri di atas di dalam dirimu, kamu bisa melakukan 5 hal ini:
1. Selalu Cari Sisi Positifnya
Otak adalah penyaring yang dapat membentuk pengalaman dan persepsi kita terhadap realita. Jika kamu merasa bahwa kamu tinggal di lingkungan berbahaya, otakmu akan terhubung dengan berbagai bukti dari betapa bahayanya dunia ini. Jika kamu percaya bahwa kita tinggal di lingkungan yang tentram dan damai, maka kamu akan melihat semakin banyak kebaikan. Hal apa yang kamu fokuskan, itulah yang kamu temukan.
Sebagai seorang sangat sensitif, semakin negatif lingkungan sekitarmu, maka kamu akan semakin menderita. Pikiran yang muncul akan menjadi pemicu bagi sistem syaraf, jadi yang perlu kamu perhatikan adalah kemunculan dari setiap pikiran yang negatif. Bukan untuk diabaikan atau ditekan, namun untuk disadari dan diikhlaskan, dilepaskan atau direlakan. Bisa juga dengan mengimbanginya; mencari hal positif dibalik dari sebuah kejadian, memanjakan diri dengan hal-hal yang kamu sukai dan lain-lain.
Ingatlah bahwa kamu tidak akan bisa mengontrol segala sesuatu yang berada di luar dirimu, namun kamu selalu bisa mengontrol yang ada atau muncul dari dalam dirimu.
2. Perlakukan Dirimu dengan Penuh Kasih Sayang
Sebagai seseorang yang sensitif, kamu adalah seseorang yang memiliki belas kasih dan perhatian yang besar. Begitu besar sehingga kamu mementingkan kenyamanan dan kebutuhan orang lain di atas dirimu sendiri. selain itu, kamu juga sering mengkritik dirimu sendiri, memaksakan diri, dan juga menghukum diri sendiri ketika melewatkan sesuatu.
Mengontrol kritik terhadap diri sendiri sangatlah penting untuk memberikan perhatian dan cinta kasih untuk diri sendiri. Namun jangan sampai kamu mengabaikannya begitu saja; kemampuan untuk berpikir secara mendalam adalah keahlianmu, jadi cobalah untuk mengembangkannya ke hal lain. Ambil alih dengan cara mendengarkan pemikiran yang muncul tanpa memberikan penghakiman, lama kelamaan kamu akan dapat menemukan berbagai hal penting dari pikiran-pikiran yang muncul tersebut dan memberikan perhatian dan kasih sayang lebih untuk dirimu sendiri.
Misalnya ketika kamu berkali-kali telat memberikan laporan pekerjaan, kemungkinan besar akan muncul berbagai pemikiran yang menyalahkan diri sendiri; “Aku telat bangun, sih. kemarin malam pulangnya larut, sih.” dan lain-lain. Coba amati kemunculannya. Dari sana kamu mungkin akan menyadari alasan dibalik pulang yang larut; mungkin mengerjakan pekerjaan yang lebih penting, rapat bersama bos besar dan lain-lain. Dengan begitu kamu akan bisa menyadari bahwa sebenarnya kamu selama ini sudah memberikan yang terbaik, dan yang kamu butuhkan saat ini adalah beristirahat.
3. Ciptakan Batasan Sehat
Saat ini banyak sekali orang yang mengajarkan kita untuk lebih ‘tegar’, lebih ‘kuat’ dalam menghadapi berbagai masalah. Mereka menekankan betapa pentingnya untuk dapat bertahan dan banting tulang untuk mendapatkan segalanya. “No pain, no gain; survival of the fittest; life isn’t fair — get used to it.” Kita semua terbiasa mendengarkan hal tersebut hingga banyak orang yang menjadi sangat keras, tangguh, namun rapuh.
Sebagai seseorang yang sensitif, mungkin kamu akan merasa sulit untuk menjadi lebih ‘tangguh’. Kamu akan menekan berbagai perasaan yang muncul agar tidak terlihat dengan berbagai cara; belanja, makan, obat-obatan atau bahkan minum-minuman keras.
Tidak menutup kemungkinan suatu hari dinding-dinding pertahanan tersebut runtuh sekaligus karena kamu memikirkan segala sesuatu dengan berlebihan; terus merencanakan, mencari tahu dan juga menganalisa secara berlebihan. Di saat yang bersamaan, kamu tidak pernah lagi menggunakan intuisimu. Kamu terjerat di antara empati dengan identifikasi berlebihan, kasih sayang dengan toleransi yang berlebihan. pada akhirnya kamu malah jadi menghukum diri sendiri karena kamu tidak tahu bagaimana cara untuk mengatur batasan untuk diri sendiri. Ini adalah hal yang sangat merugikan.
Ketika kamu dihadapkan pada situasi di mana kamu harus memilih antara kebutuhan sendiri dengan orang lain, cobalah untuk memenuhi kebutuhanmu sendiri terlebih dahulu. Tentunya bukan karena ego semata, namun karena kamu sadar bahwa kamu pun perlu perhatian dan kasih sayang sebagaimana yang biasa kamu berikan kepada orang lain.
4. Bangun Kebiasaan yang Baik
Biasanya semuanya terjadi padamu; bergelut dengan banyaknya pekerjaan, berolahraga dengan keras di gym dan mengerjakan sebagian besar pekerjaan rumah begitu pulang. begitu juga dengan berbagai jenis diet yang dijalankan dengan jam tidur yang minim.
Apa yang selama ini kamu lihat sebagai ‘hal terbaik’ untuk dirimu seringkali malah menyiksamu. Adalah baik untuk menerima tantangan di tempat kerja, namun bukan berarti kamu harus bertanggung jawab atas semua pekerjaan di kantor hingga lembur berlebihan. Adalah baik untuk berolahraga dengan rutin, namun bukan berarti kamu harus memaksakan diri ke gym ketika kamu sedang kurang istirahat.
Jika kamu membiarkan semua “kebaikan” tersebut ditanggung sendiri tanpa istirahat yang cukup, yang ada kamu malah menjadi semakin stress, tidak bertenaga dan menjadi sakit karena tekanan-tekanan tersebut. Ingat, stress adalah awal mula dari berbagai penyakit yang berbahaya. Apakah kamu akan terus-menerus memberikan tubuhmu tekanan yang besar?
5. Berhentilah untuk Menekan Ke-sensitif-anmu
Banyaknya tekanan, tugas, beban dan kewajiban seringkali dijadikan rutin untuk menekan emosi yang muncul akibat ke-sensitif-anmu. Kamu menjadi lelah, dan tidak memberikan respon terhadap emosi yang muncul.
Ini adalah salah satu mekanisme pertahanan diri yang bisa ‘mengakali’ pikiranmu, namun tidak tubuhmu. Hal ini bisa mempengaruhi kesehatanmu, hubunganmu dengan pasangan , karirmu, dan berbagai aspek kehidupanmu lainnya, atau bahkan memberikan tekanan di dalam hingga muncul dengan cara yang lain.
Berikan ruang yang tepat untuk emosi yang muncul. Kamu bisa ikut kelas art therapy, atau dengan mengembangkan kreativitasmu dengan bermain alat musik, menggambar atau melakukan hal lain yang tidak menuntutmu untuk berpikir.
Ketika kamu menjalankan kelima tips di atas, ingatlah bahwa menjadi sensitif bukanlah hal yang salah ataupun buruk. semuanya baik adanya, dengan kekuatannya dan tantangannya masing-masing.
Gunakan kemampuan berpikir mendalammu untuk menelaah pemahaman lain yang lebih positif, dan cobalah untuk fokus terhadap hal positif tersebut dan segala kemungkinannya. Gunakan perasaanmu yang sensitif untuk lebih memperhatikan emosi dan sensasi yang kamu rasakan di dalam diri, dan tetaplah berada pada batasanmu. Gunakan kesadaranmu untuk mengamati segala hal yang terjadi di sekitar, bukan untuk hanyut di dalamnya.
Apakah kamu orang yang sensitif? Hal apa yang paling membuatmu terpicu? Apa yang kamu rasakan setelah membaca artikel ini? Jangan ragu untuk menjawabnya melalui kolom komentar di bawah ini, ya 🙂