Saya tergelitik membaca kutipan yang bunyinya seperti ini: “Tidak perlu mengharapkan orang lain untuk menyukaimu. Kebanyakan orang bahkan berjuang untuk menyukai diri mereka sendiri.” Apakah merasa begitu?
Hidup untuk menyenangkan hati orang lain
Saya hidup di kota besar seperti Jakarta, di mana kebanyakan orang berpenampilan, berbicara, dan berlaku untuk menampilkan kesan. Saya rasa kebanyakan dari mereka, atau bahkan kadang-kadang saya, seperti memakai topeng. Kita memilih merk, model, makanan, tempat hiburan, kesukaan yang dianggap baik, trendy, lambang kesuksesan, atau bahkan terkesan spiritual bagi masyarakat kebanyakan.
Di depan orang kita berwajah manis dan berbicara yang manis-manis. Untuk membina hubungan baik, katanya. Siapa tahu nanti bisa ada uang datangnya dari sana… Kita memuji tanpa mungkin benar-benar menganggap baik hal yang kita puji. Kita tidak kenal tapi sok-sok dekat. Terkadang saya bertanya, ketika ada sedemikian banyaknya orang berpura-pura, di mana ketulusan berada? Apakah kita termasuk salah satunya?
Dan pertanyaannya: sebenarnya kita melakukan ini semua untuk siapa? Demi apa? Apa jangan-jangan… untuk dan demi diterima dan dianggap oleh orang lain?
Orang lain yang bahkan juga tidak benar-benar kenal kita, tidak benar-benar peduli dan sayang sama kita, dan barangkali juga tidak menyukai kita.
Baca artikel:
>> Kata siapa kita harus menjadi sempurna?
>> Jangan-jangan kamu terjebak dalam konsep kesempurnaan
Belajar untuk menerima diri sendiri apa adanya
Berdasarkan pengalaman saya selama ini sebagai konselor, tidak sedikit sebenarnya orang yang cantik, sehat, punya keluarga yang utuh, dan bahkan sangat kaya raya mau beli apapun bisa – akan tetapi, sebanyak apapun dia punya sesuatu, sebanyak apapun orang lain menyukainya, dia tidak pernah merasa cukup. Seperti lubang tanpa dasar. Diisi seberapa banyak pun tidak bisa penuh. Begitulah penderitaan orang yang selalu merasa berkekurangan.
Ketika kita sudah tahu siapa diri kita, menerima dan menyukai diri kita apa adanya, kita tidak butuh lagi pengakuan dari orang lain. Tidak perlu persetujuan dan tidak perlu orang lain menyukai kita agar kita merasa cukup.
Salah satu cara terbaik untuk merasa berkecukupan adalah dengan mencintai diri sendiri, memprioritaskan diri sendiri, menerima diri apa adanya. Self love.
Cukup menjadi diri sendiri saja
Kebanyakan dari kita mungkin merasa kurang akibat perkataan atau perilaku di masa kecil yang kita anggap benar. Seorang klien yang hidupnya selalu merasa kurang bercerita… sejak kecil kedua orangtuanya tidak pernah akur, selalu berkelahi. Sebagai anak dia merasa begitu menderita dan berusaha melerai pertengkaran mereka, tapi tidak pernah berhasil. Akibatnya, dia merasa sangat tidak berdaya. Mama yang dia bela habis-habisan juga tidak mencintainya. Sejak kecil ia sudah tinggal terpisah dari kedua orangtua, dikirim jauh sekolah ke luar negeri. Sesudah besar dan sukses mencari uang sendiri, orangtua hanya mendekat apabila mau minta uang. Selebihnya, sama sekali tidak dekat. Sudah sekali bercerai, sampai sudah bersuami lagi pun dia masih suka “pacar-pacaran” dengan lelaki lain… tidak pernah cukup.
Saya bukan dia, tapi sedikit banyak saya bisa paham perasaannya. Sebagai anak yang sering dituntut untuk harus ini itu waktu kecil, diomeli kalau tidak nurut, dan hampir setiap hari hidup dalam ketakutan, saya bisa paham bagaimana setelah besar saya pernah mengalami periode di mana saya menjadi orang yang mudah tertekan, sulit mengambil keputusan, dan sering merasa berkekurangan.
Baca artikel:
>> Bagaimana untuk sembuh dari luka masa kecil
>> Memaafkaan adalah hadiah yang kamu berikan untuk dirimu
Perasaan seperti ini tidak indah, karena menyimpan begitu banyak amarah, dendam, dan ketakutan terhadap pihak luar. Dan sadar tidak sadar, perasaan yang kita simpan sekian lama akhirnya tersalurkan ke banyak pihak lainnya, terutama orang-orang terdekat kita. Kita pun tumbuh menjadi orang yang haus pengakuan, haus diterima, dan haus disayangi. Ada orang lari ke makanan, minuman, ada orang lari ke harta benda, mempersolek diri, prestasi, pengalaman, atau juga sentuhan (seks) dan kebersamaan dengan lawan jenis.
Jalan penyembuhan bagi tiap orang cara dan waktunya berbeda-beda. Tapi, menerima, memaafkan dan meninggalkan beban masa lalu selalu menjadi cara yang ampuh. Hari ini saya mau berbagi beberapa mantra untuk kita semua agar setiap harinya kita diingatkan. Bahwa apapun yang pernah terjadi di masa lalu, apapun yang sedang terjadi pada kita saat ini, atau bahkan di masa depan; kita cukup, kita berharga, dan kita layak dicintai. Dan bahkan, kita sudah dicintai. Karena tidak mungkin kita bisa hidup sampai hari ini tanpa begitu banyak cinta dari begitu banyak orang.
Mantra itu adalah:
I am enough. I am worthy. I am loved.
Saya cukup. Saya berharga. Saya dicintai.
Kalimat afirmasi ini sederhana, tapi sangat mujarab. Kapanpun kamu membutuhkannya, ucapkan dalam hati. Dan ulangi sesering mungkin setiap pagi dan setiap malamnya. Apapun yang orang lain katakan, apapun yang pernah terjadi, ingatlah selalu tiga hal ini. Begitu pentingnya hal ini, saya juga ingin mengatakannya kepadamu:
Kamu cukup.
Kamu berharga.
Kamu dicintai.
Kalau saya dan banyak orang lainnya harus “terjun ke neraka dan kembali” untuk memahami dan belajar semua hal ini, saya harap kamu tidak perlu melakukannya. Saya harap kamu cukup mencintai dirimu sendiri untuk bisa mengucapkan tiga mantra ini setiap harinya agar kamu selalu hidup dalam berkelimpahan.
Apa kamu bisa relate dengan cerita yang saya sampaikan? Apa kamu pernah merasa kurang dan kini kamu sadar bahwa perasaan tersebut tercetus dari pengalaman di masa lalu? Kalau ada, ceritakan pada saya pada kolom komentar di bawah ini. Mari kita berbagi.
Terima kasih sudah membaca. Saya berdoa agar kamu selalu hidup penuh cinta dan menyebarkan cinta ini kepada banyak orang lainnya. Ingat tiga mantranya. Sampai jumpa!
Love and light,
Amelia adalah seorang penulis dan Intuitive Coach. Misinya adalah membantu orang lain untuk menemukan siapa diri mereka sebenarnya, mengapa mereka ada di sini, dan bagaimana untuk menjadi diri mereka yang sejati. Saat ini Amelia terus berbagi lewat berbagai kelas offline dan online, workshop dan retreat. Ia secara rutin menulis pada blog yang bisa diakses di ameliadevina.com. Amelia bisa dihubungi lewat email hello@ameliadevina.com, halaman facebook Amelia Devina, dan instagram/ twitter @ameliadevina777.