Mau makan apa kamu, Nak?

\\\"witnessday\\\"

 

Di suatu minggu siang yang cerah saat sedang dalam perjalanan menuju suatu pusat perbelanjaan, di belakang saya berjalan seorang ibu muda yang sedang menggandeng anaknya yang berusia sekitar 4 tahun. Percakapan mereka mau tidak mau terdengar oleh saya, dan karena sifatnya yang penting, saya berbagi lewat tulisan ini.

 

Yang paling mengagetkan buat saya adalah ketika si ibu bertanya kepada anaknya, “Nanti mau makan apa? Makan ayam goreng… (merk beberapa restoran siap saji) …?”
Si anak menjawab, “Nggak mau.”
Lalu, ibunya bertanya lagi, “Jadi mau makan apa?”
“Nggak mau.”
“Kok nggak mau? Hamburger ya…”

 

Yang sangat mengharukan adalah, seorang ibu di manapun dan sampai kapanpun selalu mengkhawatirkan apakah anaknya baik-baik saja; apa dia kelaparan, apa dia membutuhkan sesuatu. Kasih seorang Ibu membuat ia cemas, membuat ia berusaha memberikan apapun yang anaknya minta, yang anaknya suka, yang dia pikir anaknya suka, atau yang ia rasa baik bagi anaknya.

 

Namun terkadang, orangtua atau seorang Ibu bisa lupa beberapa hal:
1. Apabila si anak memang tidak lapar, tidak perlu diharuskan untuk makan. Anak cukup bisa memahami keadaan fisiknya sendiri. Apabila ia lapar, ia bisa meminta atau menunjukkan rasa laparnya.

 

2. Yang terpenting dari makanan untuk anak adalah apa yang baik dan menyehatkan untuk dia, bukan apa yang gampang dan mudah membuat anak lahap makannya. Semua dapat dilatih lewat kebiasaan dan teladan dari orangtua sendiri.

 

3. Hari gini masih hobi ngajak anak makan junk food?! Hehehheee.. Yuk para orang tua, perkaya diri dengan berbagai informasi tentang apa yang baik dan kurang baik bagi kelangsungan hidup kita dan anak kita. Belajar tanpa henti. Yang baik itu seringkali tidak mudah dilakukan, tetapi ingat bahwa pola makan kita cenderung akan menurun ke anak kita. Jadi kalau kita mau anak kita punya pola makan yang sehat dan hidupnya sehat, mulailah dari diri sendiri. Terapkan cara mendidik anak dengan menjadi teladan.

 

\\\"parenting

 

Kebanyakan orangtua mungkin pernah hidup di zaman “susah”, ketika perekonomian sulit, keadaan keluarga miskin dan makan serba pas-pasan; sehingga kini ketika terbilang “mampu”, orang tua cenderung akan melimpahkan kasih sayangnya ke anak secara berlebihan sebagai cara mendidik anak yang paling baik. Seakan takut kalau anaknya akan mengalami kesusahan seperti mereka dulu. Akibatnya, orang tua sering dengan serta merta menjejalkan anak-anak mereka dengan makanan, uang, gadget, kendaraan pribadi, pembantu rumah tangga, dan sebagainya.

 

Jujur saja, saya termasuk dalam generasi pemakan ayam goreng suntikan, semata-mata karena di zaman itu tidak banyak informasi yang memberitakan mana yang sehat dan mana yang kurang sehat. Sekarang ini orang tua saya jadi sempat menyesal: kenapa tidak lebih awal tahu? Syukurnya, saya cukup beruntung karena mendapatkan kesempatan memilih untuk menjadi seorang vegetarian, sejak kurang lebih enam tahun yang lalu.

 

Para orang tua yang yang baik, informasi di zaman kita sangat berlimpah. Mulai dari koran, buku, buletin sampai internet, kita bisa menemukan informasi tentang cara mendidik anak yang kita butuhkan melalui media tersebut. Seringkali kita tahu mana yang baik dan mana yang tidak baik. Masa depan kita dan anak kita nanti ada di tangan kita sekarang. Kalau bukan kita yang menentukan, siapa lagi?

 

Dalam pekerjaan saya, saya banyak menemukan kasus orang tua yang kurang paham bagaimana cara mendidik anak dan berinteraksi dengan anak mereka. Atau orang tua sebenarnya tahu apa yang terbaik untuk anaknya, tapi tidak punya cukup banyak kekuatan untuk menjadi teladan. Misal… sudah tahu anak balita kurang cocok untuk disuguhi gadget lama-lama, tapi lumayan kan bisa bikin anak diam? Memang, untuk memulai sesuatu yang baik itu butuh komitmen, butuh disiplin, dan butuh waktu. Tapi kalau bukan kita yang memulainya, siapa yang akan memulai? Apakah kamu ingin kebiasaan-kebiasaan buruk menjadi budaya hingga ke anak cucumu? Katanya sayang anak…???

 

Orang tua maupun anak adalah pribadi yang sedang bertumbuh, dan bertumbuh itu tidak mudah dan seringkali menyakitkan. Tidak heran dalam prosesnya, walaupun katanya sayang, orang tua dan anak malah saling melukai dan menyakiti. Entah kamu orang tua atau anak, kalau kamu butuh bantuan atau dukungan untuk mendapatkan solusi terbaik dalam situasi keluargamu, kamu dapat menghubungi saya di sini. Terima kasih telah membaca, sampai jumpa!

 

Love and light,

\\\"sign\\\"

 

 

 

 

\\\"ameliadevina1\\\"Amelia adalah serang Quantum Healing Practitioner & Intuitive Coach. Misinya adalah membantu orang lain untuk menemukan siapa diri mereka sebenarnya, mengapa mereka ada di sini, dan bagaimana untuk menjadi diri mereka yang sejati. Ia melakukannya dengan berbagai cara, mulai dari quantum healing, card reading, chakra wisdom healing, meditasi, dan menyalurkan pesan dari Semesta lewat life coaching. Saat ini Amelia terus melakukan one-on-one terapi dan coaching, juga berbagai kelas offline dan online, workshop dan retreat. Ia secara rutin tetap berbagi ilmu gratis lewat langganan newsletter yang bisa diakses di ameliadevina.com. Amelia bisa dihubungi lewat email hello@ameliadevina.com, halaman facebook Amelia Devina, dan instagram/ twitter @ameliadevina777.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *