witnessday

Mendengar Detak Jantung Bumi

Detak jantung bumi? Memangnya ada? Memangnya Bumi punya jantung? Seperti apa detaknya? Apakah sama seperti detak jantung manusia?

Di hampir setiap saat ada sekitar 2,000 hujan badai yang ada di Bumi, menciptakan 50 petir yang menyambar setiap detiknya. Setiap petir yang menyambar tersebut menciptakan gelombang elektromagnetik yang mulai mengelilingi Bumi. Gelombang elektromagnetik tersebut berada pada permukaan bumi dan sekitar 60 mil di luar permukaan bumi.

Beberapa bagian dari gelombang bertemu dan bergabung, kekuatannya pun jadi meningkat. Pada saat itu, detak atmosfer berulang akan muncul dan hal tersebut dikenal sebagai Schumann Resonance atau detak jantung bumi. Hal ini ditemukan pada tahun 1953 oleh Professor .O. Schumann dari University of Munich yang pengukurannya dilakukan bersama Dr. Herbert Konig di tahun 1954.

Dari penelitian tersebut, telah dikonfirmasi bahwa frekuensi detak jantung bumi ini ada pada 7,83 Hz. Ini lebih rendah 100,000 kali lipat dari gelombang frekuensi radio terendah yang digunakan utnuk mengirim signal ke radio AM/FM kita di rumah. Namun melalui detak jantung bumi yang kecil ini, kita bisa menganalisa cuaca Bumi, lingkungan listrik, dan untuk membantu menentukan tipe atom dan molekul apa saja yang ada di atmosfer Bumi.

Pada beberapa tulisan kuno, dijelaskan adanya hubungan antara vibrasi bumi dan pencerahan. Pada tulisan tersebut dijelaskan hubungan dari menjadi harmoni dengan frekuensi alami bumi dan menikmati manfaat yang dapat memperbaiki hidup. Bahkan Indian Rishis kuno menyebtkan bahwa 7,83 Hz adalah frekuensi dari “Om”. Apakah itu kebetulan?

Kebetulan ataupun tidak, frekuensi 7,83 Hz ini juga menjadi frekuensi yang diasosiasikan dengan status gelombang otak alpha tingkat rendah dan theta pada batas atas. Frekuensi ini juga sangat terasosiasi dengan kemampuan menghipnotis yang tinggi, meditasi dan meningkatnya Hormon Pertumbuhan Manusia yang meningkatkn aliran darah cerebral ketika frekuensi ini distimulasi.

Mungkin ini adalah salah satu alasan mengapa kita merasa lebih baik ketika kita berada di alam; karena hal tersebut membantu gelombang otak menjadi lebih menurun, dari yang tadinya agresif, khawatir, dan tidak sabar menjadi lebih tenang dan rileks.

Detak jantung bumi ini tidak selalu berada 7,83 Hz. Di beberapa periode, ia pernah naik dan kembali pada 7,83 Hz kembali. Namun pada 31 Januari 2017, untuk pertama kalinya gelombang detak jantung bumi mencapai 36 Hz. Ini dianggap sebagai anomali karena gelombang tertinggi yang pernah dicapai sebelumnya berada di 15-25 Hz. Dan menurut neuroscience, frekuensi 36 Hz pada otak manusia dapat diasosiasikan sebagai sistem syaraf yang stress.

Dugaan mengenai kesadaran manusia dapat mempengaruhi medan magnet pada bumi dan menciptakan gangguan di dalamnya (dan sebaliknya) sudah ada cukup lama. Dan biasanya pada momen di mana kerisauan dan ketegangan sangat tinggi, maka perubahan frekuensi pada detak jantung bumi juga bisa jadi terpengaruh. Jadi bayangkan jika masyarakat di bumi penuh dengan tekanan politik, sosial dan ekonomi, serta perubahan pada lingkungan, ini pasti akan mempengaruhi kondisi bumi.

Begitupula dengan kemunculan COVID-19. Bisa jadi kemunculannya mendesak kita untuk bisa hidup lebih tenang dan damai agar selaras dengan detak jantung bumi yang lembut. Self isolation, karantina, lockdown atau apapun itu sedikit banyak membuat kita reset diri kita untuk hal ini. Karena jika kita lebih sering berada pada gelombang otak alpha, maka pikiran dan tubuh kita pun akan pulih.

Maka dari itu, mari kita bersama-sama untuk duduk tenang, melakukan inner work dan hidup lebih selaras dengan ibu bumi sehingga kita bisa hidup sehat, tubuh, pikiran dan jiwa selaras, berbahagia.

Share the love...Share on Facebook
Facebook
Share on Google+
Google+
Tweet about this on Twitter
Twitter