witnessday

Minimalisme di Bulan Ramadan

 

Tak terasa kita sudah memasuki minggu ketiga di bulan Ramadan. Bagi seluruh teman-teman yang sedang menjalankan ibadah puasa, selamat menjalankan ibadahnya. Amel selalu mendoakan semoaga puasanya lancar dan menjadi berkah bagi teman-teman.

Mungkin bagi teman-teman non-muslim yang tidak berpuasa, bertanya-tanya apa itu sebenarnya bulan Ramadan? Bulan Ramadan adalah bulan di mana para teman-teman muslim diwajibkan untuk menjalankan puasa dari matahari terbit hingga matahari terbenam. Teman-teman muslim bukan hanya berpuasa makan dan minum, namun juga dilarang untuk melakukan berbagai hal dan juga kebiasaan buruk seperti bergossip.

Momen ini tentu bukan hanya sekedar berlomba-lomba mengumpulkan pahala atau menghindari dosa, namun juga melatih kemampuan kita untuk menjadi aware dan mindful; kebiasaan mana yang membawa manfaat bagi diri sendiri dan orang lain, dan mana yang tidak.

Bukan hanya itu, momen puasa juga dimanfaatkan oleh berbagai brand untuk melakukan promosi. Mulai dari diskon, buy one get one, belum lagi harga spesial lainnya. Gak heran jika pusat perbelanjaan kini sangat ramai. Siapa sih yang gak suka diskon? 😊

Namun, ketika waktu buka puasa tiba, saya cukup tergelitik ketika saya melihat beberapa meja di restoran penuh dengan makanan sisa. Rasanya sayang sekali makanan yang sudah dibeli, dibuang begitu saja karena memesan terlalu banyak makanan. Bukan hanya itu, saya pun melihat sendiri bagaimana orang-orang membeli begitu banyak baju dan perabot menjelang lebaran.

Tanpa bermaksud menghakimi, saya pun mulai bertanya-tanya, apakah pelatihan diri tersebut hanya berlaku saat puasa saja? Apakah kita tidak ingin membawa seluruh kebaikan saat berpuasa ini ke dalam kehidupan sehari-hari kita?

Pernah mendengar konsep minimalisme? Bagi teman-teman yang pernah mendegar Marie Kondo, mungkin sedikit banyak familiar dengan konsep ini. Namun minimalisme sendiri lebih dari sekedar beres-beres dan memilah barang yang tidak perlu belaka; minimalisme merupakan konsep di mana kita menjalankan seluruh aspek kehidupan kita dengan mindful dan menjalankan kehidupan sejalan dengan intensi kita.

Dalam konsep tersebut, kita menjalani sebuah proses identifikasi mengenai apa yang penting dalam kehidupan kita. Mana yang lebih penting menurut kita; kedamaian atau keuntungan? Keharmonisan atau kompetisi? Ketika kita harus memilih, maka kita sebaiknya memilih yang sesuai dengan intensi kita.

Dari sanalah kita mulai memilah; tindakan, pemikiran, rencana, niatan yang mana yang memenuhi intensi kita sesungguhnya? Apakah niatan kita untuk membohongi pasangan kita sejalan dengan intensi kita untuk menjalankan hubungan yang harmonis? Apakah tindakan kita untuk bergossip sejalan dengan intensi kita memiliki kehidupan yang damai? Apakah rencana kita untuk berbuka puasa dengan porsi berlimpah sejalan dengan intensi kita untuk menjalankan kehidupan yang penuh syukur?

Dengan konsep ini, kita bisa memiliki kehidupan yang lebih berbahagia, dan memuaskan. Bukan hanya itu, kita akan semakin memiliki ruang untuk berkembang dan juga untuk berbagai hal yang penting dalam hidup kita.

 

Di momen puasa ini, kita dihadapkan dengan rintangan yang begitu nyata, rasa lapar dan haus merupakan salah satunya. Awalnya mungkin kita merasa begitu haus dan lapar, tetapi seiring dengan berjalannya waktu, kita akan menjadi sadar bahwa sebenarnya kita gak butuh cemilan di sore hari. Apalagi gossip dan juga fitnah, hal itu juga bukan sesuatu yang bisa membuat kita bahagia. Nyatanya tanpa itu semua kita bisa bertahan hingga puasa minggu ketiga ini, bukan?

Di momen puasa ini, kita coba deh tanyakan kembali kepada diri kita; apakah kita butuh serentet pakaian baru untuk lebaran? Apakah kita butuh makanan melimpah ruah untuk berbuka puasa? Apa kebiasaan yang ingin kita tambah yang sejalan dengan intensi kita dan apa kebiasaan yang ingin kita kurangi karena tidak sejalan dengan intensi kita?

Share the love...Share on Facebook
Facebook
Share on Google+
Google+
Tweet about this on Twitter
Twitter